Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Dear Ayah

Gambar
Dear Ayah, Rugi rasanya, kalau gak ada perdebatan diantara kita. Dan akhirnya saat situasi menegang, Ayah memilih untuk diam, padahal aku tau Ayah seorang pendebat sejati di forum. Aku si sulung yang keras kepalakan, Yah? Mirip Ayah? Iya, kata Ibu, aku yang paling mirip Ayah. Apalagi kalau soal ngotot, persis seperti Ayah. Tapi bagaimanapun, Ayah adalah orang yang sering aku mintai pendapat, apalagi soal perasaan, Ayah yang membantuku untuk berpikir logis. Supaya gak jadi korban oleh perasaan sendiri. Jangan sampai deh, seperti D'masiv- cinta ini membunuhku. Tragis, bukan? Ayah, meskipun kebersamaan kita dipenuhi perdebatan dan diskusi, namun Ayah seorang yang juga bisa kuajak bercanda. Dan gak melulu, penuh dengan keseriusan maupun candaan, malah kadang ada drama merajuk juga. Aku yang merajuk, nanti gantian Ayah. Nanti gantian aku lagi, ayah lagi, dan begitu seterusnya. Kalau ingat itu, aku bisa ketawa sampai guling-guling di lapangan basket. Moment with Ayah,

C e r i t a K a d a l u a r s a

Gambar
(Mungkin) lupa/terlupa/melupa kapan aku jatuh hati, waktu terus berjalan, bahkan berlari, meninggali. nyaris, kenangan yang ada di belakang, takdapat kukenali. wajahmu samar, beberapa rentetan kejadian hilang tak lengkap lagi di dalam ingatan. namun suatu hari nanti jika pertemuan memaksa bertemu (lagi) 'mau tak mau' kususun puzzle itu, merangkai satu, satu, menemukan yang seperlunya, meninggalkan pula yang sepatutnya. dan bila, pertemuan terus memaksa (kita) bertemu, kan kusambut dengan hati yang dipenuhi kelapangan, bukan maksud menyematkan secercah harapan atau sekadar mempersilahkan namun takpula ingin menolak sebuah kedatangan karena kita bukan lawan atau sepasang yang saling berkasih sayang. bukan apa, bukan kenapa. aku, kamu, adalah bohemian yang terus mencari jalan pulang, m a s i n g - m a s i n g. sesama pengembara agaknya saling pengertian, sebagai insan milik Tuhan. pertemuan (lagi), berarti harus suci, takmau nodai oleh rasa yang se

Kepada Kota Seribu Kubah Kugantungkan Cita Hingga Langit-langitnya.

Gambar
dear tuan puan, tanah melayu, di kota seribu kubah, menjunjung tinggi adab, nilai-nilai islam adalah panduan dalam mengolah pikir dalam mencerminkan laku. adab tak beradab, tentulah beda elok rupa semata, tak cukup saja karena kita melayu, kita beradab, kita bersahaja. lalu? bukan berarti ilmu pengetahuan acuh tak acuh karena ia terus bertumbuh seperti pohon yang selalu diberi pupuk lagi disiram. duhai, tuan puan, beradab dan penuh pengetahuan ialah senjata yang harus diseimbangkan, agar kelak tak ada lagi pribumi yang menjadi budak di negeri sendiri. atau mengemis demi sepiring nasi. Jadi, biarkanlah kami belajar dengan nyaman, di tanah ini, kampung halaman tercinta. kami mengabdi.   (Kota Seribu Kubah, November 2017) Fenomena yang menjadi Kesenjangan. Kemajuan yang signifikan terlihat sangat pesat bagi yang tinggal di kota dibandingkan yang tinggal di daerah, masih banyak yang harus dibenahi, mulai dari infrastruktur, kecanggihan teknol

Save Bumi dari Para Jombie

Gambar
Tatkala mulut tak ingin lagi berbicara. Apa kita bisu? "Sekalipun aku sadar,  kalau aku bukan orang baik,  namun aku tetap berusaha untuk berbuat baik." Bukan ingin mematahkan istilah "Diam itu emas" namun pembahasan yang satu ini adalah ketika ketidakadilan di hadapan,  ketika kekerasan terjadi di depan mata, ketika negeri api menyerang, lalu Aang harus segera minta bantuan sama avatar pendahulunya, untuk mengalahkan pasukan negeri api,  tapi kita bungkam. Diam seribu bahasa. Dengan dalih gak mau kepo dan bukan urusan saya, kerapkali justru membiarkan keburukan terus bertumbuh. Eh,  bukankah kebaikan dan keburukan juga bisa menular dan ditularkan? Sama seperti saat kamu sedang flu,  virusnya bisa menyebar,  menjangkiti orang di sekitar yang daya tahan tubuhnya lagi menurun. Seperti manusia yang bisa jadi jombie,  setelah digigit oleh jombie,  begitu seterusnya,  sampai lama-lama bumi ini dipenuhi oleh makhluk yang bernama jombie. Hus,  ngaco. Ka